Rabu, 03 September 2008

Ronggeng Dukuh Paruk:
Eksploitasi Seks Tanpa Pornografi

Gending kutut manggung adalah sebuah langen swara berahi yang digubah demikian halus, penuh selera estetis dan jelas sekali dari wawasan tentang
kehidupan yang mendasar. Kutut manggung adalah
penghayatan atas naluri keprimitifan berahi
dalam tertib nilai tertentu sehingga
terjadi beda antara berahi manusia
dan berahi munyuk.
(RDP hlm. 300)

/1/
Realita hidup manusia adalah seks. Seks – sesuatu yang selama ini selalu disembunyikan dan tidak boleh dibicarakan secara terbuka di depan umum – merupakan salah satu tabu dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Padahal, seks merupakan persoalan yang sangat mendasar. Manusia lahir dan ada karena seks, dua insan berlainan jenis bersebadan sehingga melahirkan seorang bayi manusia.[1]
Pembicaraan tentang seks – dalam konteks masyarakat Indonesia – selalu diasosiasikan sebagai sesuatu yang berbahaya, tetapi sangat dikejar sebagai kenikmatan.[2] Masyarakat umumnya masih alergi untuk membicarakan seks secara terbuka karena pemerintah sendiri selalu memolitisasi seks dengan cara menutup-nutupi perilaku para pejabat atau aparat pemerintahan yang melakukan seks menyimpang demi kepuasan atau kenikmatan seksualnya.
Seks selalu dibicarakan dalam konteks yang kotor, jorok, dan tidak senonoh serta hal-hal negatif lainnya. Padahal, jika mau jujur, seks selalu memberi kenikmatan dan tidak jarang pula seks menciptakan daya kreasi seseorang.[3] Orang semestinya tidak perlu malu untuk membicarakan sentuhan-sentuhan menggairahkan dalam seks dan persebadanan karena seks merupakan sesuatu yang alami dan kodrati dalam diri manusia. Pembicaraan tentang seks seharusnya menyangkut seks sebagai kondisi alamiah sejati dan murni dari setiap individu dengan keunikan masing-masing. Seks sebagai bentuk hubungan antarmanusia yang paling mendasar, intens, terbuka, dan jujur.
Seks sangat ditabukan, tetapi pemerintah memberi izin tempat praktik prostitusi dan lokalisasi kemaksiatan. Tampaknya pemerintah secara sembunyi-sembunyi telah mengalihkan kenikmatan itu dari alam serba diam ke alam serba uang. Rumah pelacuran adalah salah satu tempat yang menerima seksualitas menyimpang; pelacur, pelanggan, dan mucikari.[4]
Seks dapat mengungkapkan banyak hal tentang manusia karena manusia seutuhnya adalah seksual. Setiap tingkah dan lakunya selalu diresapi oleh identitas seksnya yaitu gradasi kelelakian atau keperempuanan seseorang. Seluruh karakter dirinya dipengaruhi oleh seksualitas sejak lahir. Identitas diri yang pertama adalah seks, laki-laki atau perempuan.[5] Jadi, memahami seks berarti memahami manusia seutuhnya sekaligus memahami sebuah masyarakat, sebuah kebudayaan, dan juga memahami cara kerja sebuah kekuasaan dalam masyarakat. Seks merupakan permasalahan mendasar yang terkait erat dengan bentuk-bentuk elementer dari kekerabatan. Tabu incest bukan melarang perbedaan, melainkan membeda-bedakan, ini boleh itu tidak, itu boleh yang ini tidak.[6]
Pemahaman manusia seutuhnya itu terus berkembang sesuai dengan perkembangan pola pikir masyarakatnya, baik melalui berbagai buku teori, maupun melalui karya sastra. Meskipun karya sastra itu merupakan pandangan sepihak dari sang sastrawan, masih dapat ditemukan gagasan, ide, atau amanat yang ingin disampaikan kepada pembaca. Mungkin saja fakta yang ada dalam karya sastra bukan fakta yang sesuai dengan realita hidup manusia dalam masyarakat, melainkan mungkin merupakan penentangan atau penilaian atas fakta tersebut.
Berkaitan dengan hal itu, catatan kecil ini merupakan percobaan pemahaman fakta seksualitas yang terbingkai dalam karya sastra novel Ronggeng Dukuh Paruk (RDP) karya Ahmad Tohari. Pemahamannya tidak akan dibatasi hanya pada akar tradisi seks di tempat pengarangnya berada, tetapi percobaan pemahaman dengan meletakkan seks dalam bingkai yang lebih luas.
[1] Foucault 1997 hlm. 17
[2] Gunawan 2000 hlm. 171 dan Foucault 1997 hlm. 63
[3] Arswendo Atmowiloto mengatakan bahwa dalam hal tertentu khususnya seks, bahasa Indonesia dan masyarakat Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Bahkan, untuk kata ganti alat kelamin yang dibukukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pun dihindarkan penggunaannya, diganti dengan bahasa asing. Sebab pemakaian bahasa Indonesia yang resmi, yang baik dan benar, terkesan menjadi kasar, cemar, barbar, dan vulgar. Judul film Namaku Dick akan ditolak sensor jika misalnya ditulis Namaku Titit atau Namaku Kon***, maaf, di sini pun tidak bisa dituliskan lengkap. Demikian juga judul pementasan teater Vagina Monolog dan bukan monolog yang lebih kita miliki. Seakan dengan menyebutkan Dick atau Mr.Happy, atau Vagina, pembicaraan menjadi lebih sopan, menjadi santun, anggun, berkelas, dan lebih beradap. Sebaliknya, penggunaan memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar malah menjadi biadab.
[4] Lihat Foucault 1997 hlm. 3
[5] Lihat Gunawan 2000 hlm. 5
[6] Lihat Gunawan 2000 hlm. 38

Rabu, 20 Februari 2008

Sabar


Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengutus rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW dengan membawa hidayah (petunjuk) dan agama yang benar untuk memenangkannya di atas agama-agama yang lain dan Dia menjadikannya sebagai teladan yang baik bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari kiamat. Mari memuji Allah atas berbagai karunia, anugerah, dan nikmat-Nya dengan puji syukur yang tiada terhingga selagi bumi masih terhampar kokoh di bawah langit-Nya.
Shalawat beriring salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW dan segenap keluarga, shahabat, serta orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman,

”Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (Asy-Syura:43)
Subhanallah! Ternyata sabar dan memaafkan merupakan perbuatan yang sangat diutamakan oleh Alllah SWT dalam kehidupan ini.

Mukadimah
Manusia senantiasa dihadapkan pada berbagai problematika kehidupan yang selalu datang silih berganti. Sebagai hamba Allah di muka bumi kita tetap dituntut menunaikan ketaatan kepada-Nya dalam berbagai keadaan dan situasi tanpa peduli dengan berbagai cobaan dan ujian yang mendera.
Kita pun memahami bahwa kehidupan di dunia bukanlah kehidupan di neraka yang seakan tidak ada satu pun yang dapat dinikmati. Karena itulah, Islam memberikan jalan keluar dan resep mujarab dalam menghadapi dan mengelola kehidupan.
Sabar, kata dengan dua suku kata ini sering sekali menjadi kata akhir dari berbagai jerih payah dan usaha manusia dalam menyelesaikan segala permasalahan kehidupannya. Sabar pun pada akhirnya bukan sekadar anjuran kosong tanpa makna, bukan juga sebuah kepasrahan yang pasif dan apatis, melainkan merupakan sikap mental yang menjadi ciri khas umat terbaik, umat pemenang, umat yang memimpin dunia dengan cahaya Allah, umat Islam.
Secara bahasa, dalam berbagai literatur dijelaskan bahwa kata sabar berati menahan atau mencegah dan kata sabar dalam Al-Quran disebutkan lebih dari 90 kali, disebutkan jauh lebih banyak daripada sifat-sifat yang lainya, antara lain:

Sabar Induk Segala Akhlak Mulia
Sabar merupakan salah satu pondasi budi pekerti dalam ajaran agama kita yang lurus. Sifat mulia ini merasuk ke dalam setiap dinamika kehidupan umat manusia. Bahkan, sifat ini merupakan salah satu induk dari akhlak yang mulia karena sabar termasuk salah satu Asma’ul Husna(Nama-nama Allah yang baik), “Ash-Shabur”(Yang Maha Sabar). Para ulama mengatakan, “Kesempurnaan dunia dan agama senantiasa terikat dengan kesabaran.”

Kesabaran merupakan amal yang seharusnya lebih diutamakan dari amalan-amalan lain karena Allah SWT berfirman:
1. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (Asy-Syura:43)

Semua rahasia pemecahan problematika kehidupan manusia di muka bumi ini harus didasari dengan kesabaran seperti yang disarankan oleh Allah SWT yang memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar dengan firman-Nya:
2. Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah:153)
3. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (Al-Baqarah:155)

Allah mengajarkan kepada kita bahwa kemenangan bagi agama Islam dan kaum muslimin tidak akan diraih kecuali dengan bersabar dan orang yang bersabar di atas kebenaran akan menang dan unggul. Hal ini ditegaskan melalui firman-Nya:
4. Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah:249)
5. Tatkala mereka nampak oleh Jalut dan tentaranya, mereka pun (Thalut dan tentaranya) berdo`a: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir". (Al-Baqarah:250)

Keindahan hidup di dunia dan di akhirat akan kita raih kalau kita sanggup menjadi orang-orang yang bersabar karena Allah akan menyertai orang yang bersabar seperti yang dijanjikan dalam firman-Nya:
6. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Anfal:46)

Kita harus bersabar demi cinta Allah dan anugerah-Nya yang tak terbatas karena berbagai jenis kebaikan akan dicurahkan kepada orang yang bersabar, yang senantiasa ridha dan tulus menerima ketentuan dan pemberian Allah di dunia.
7. Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (Az-Zumar:10)
8. Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.(Ali Imran:146)
9. Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.(As-Sajadah:24)

Agar kita bisa bersabar dan tetap bersabar, maka syarat yang harus dipenuhi pun disertakan oleh Allah. Oleh karena itu, bersabarlah, bersabarlah, dan bersabarlah! Agar kita dapat mengetahui bahwa kemenangan akan diraih orang-orang yang bersabar di dunia dan akhirat. Firman Allah:
10. Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.(Al-Ahqaf:35)
11. Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.(Ali Imran:200)
12. Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.(Hud:49)
13. Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. (al-Anfal:65)
14. Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) -Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur. (Luqman:31)
15. Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. (Al-Ma’arij:5)
16. Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan." (Yusuf:18)
Di antara jenis sabar terhadap musibah dan cobaan adalah; sabar terhadap perlakuan jahat orang lain, sabar terhadap para pedagang yang mengecam dengan lisan mereka, sabar terhadap penjaga yang sulit berinteraksi, dan termasuk sabar untuk menikah. Firman Alah dalam Al-Quran:
17. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (Asy-Syura:43)
18. Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Sanggupkah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha Melihat. (Al-Furqan:20)
19. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. (Ali Imran:142)
Contoh-contoh kesabaran yang baik yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan untuk memudahkan kita belajar bersabar disertakan oleh Allah dalam Al-Quran:
20. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Shad:44)
21. Ya'qub berkata: "Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (Yusuf:83)
22. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (An-Nisa:19)
Kesabaran macam apakah yang dicontohkan oleh nabi Ibrahim dan anaknya Ismail dalam Al-Quran surat Ash-Shaffat berikut ini. Mampukah kita bersabar seperti itu?
23. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Ash-Shaffat:102)
24. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (Ash-Shaffat:103)
Di antara pilar kesabaran dalam ketaatan adalah kita harus selalu berupaya untuk bergaul dengan komunitas orang-orang shalih dan menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang jahat. Allah berfirman:
25. Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.(Al-Kahfi:28)
26. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Thaha:132)
27. Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).(Luqman:17)
28. Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (Al-Ashr:1-3)
Siapakah yang mampu menghimpun semua jenis sabar itu dalam dirinya?

PENDIDIKAN MEMERLUKAN FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN


A. Pengantar
Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu. Misalnya, apakah yang dimaksud dengan pengetahuan atau ilmu? Dapatkah kita bergerak ke kiri dan kanan di dalam ruang tetapi tidak terikat oleh waktu? Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sekitar pendidikan dan ilmu pendidikan. Kiranya kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang bersifat rasional semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik.
Ilmu pendidikan secara umum tidak begitu maju dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial dan biologi, tetapi tidak berarti bahwa ilmu pendidikan itu sekedar ilmu atau suatu studi terapan berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial dan atau ilmu perilaku.
Pertanyaan yang timbul yaitu, apakah teori-teori pendidikan dapat atau telah tumbuh sebagai ilmu ataukah hanya sebagian dari cabang filsafat dalam arti filsafat sosial ataupun filsafat kemanusiaan?

B. Pendidikan Sebagai Kegiatan Ilmu
Masalah pendidikan mikro yang menjadi fokus di sini khususnya ialah dasar dan landasan pendidikan serta landasan ilmu pendidikan yaitu manusia atau sekelompok kecil manusia dalam fenomena pendidikan.

1. Pendidikan dalam Praktik Memerlukan teori
Alangkah pentingnya kita berteori dalam praktik di lapangan pendidikan karena pendidikan dalam praktik harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori, tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika, dan aji mumpung.
Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral
Mari kita kembali berprihatin sesuai ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld (1955). “Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”.
Itu berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial, dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktik dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktik) pendidikan tanpa dasar teorinya, tetapi suatu praktik pendidikan tanpa suatu teori yang baik.

2. Landasan Sosial dan Individual Pendidikan
Pendidikan sebagai gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial, dan cultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil berlangsung dalam skala relatif terbatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya.
Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara.
Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antardesa, antarsekolah, antarkecamatan, antarkota, masyarakat antarsuku dan masyarakat antarbangsa. Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat.
Pada skala makro ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam skala makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas pada penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri interaksi yang afektif.

C. Ilmu Pendidikan
Uraian di atas mengisyaratkan bahwa praktik pendidikan sebagai ilmu yang sekadar rangkaian fakta empiris dan eksperimental akan tidak lengkap dan tidak memadai. Fakta pendidikan sebagai gejala sosial tentu sebatas sosialisasi dan itu sering beraspirasi daya serap kognitif dibawah 100 % (bahkan 60 %). Sedangkan pendidikan nilai-nilai akan menuntut siswa menyerap dan meresapi penghayatan 100 % melampaui tujuan-tujuan sosialisasi, mencapai internaliasasi (mikro) dan hendaknya juga enkulturasi (makro). Itulah perbedaan esensial antara pendidikan (yang menjalin aspek kognitif dengan aspek afektif) dan kegiatan mengajar yang paling-paling menjalin aspek kognitif dan psikomotor. Dalam praktek evaluasinya kegiatan pengajaran sering terbatas targetnya pada aspek kognitif. Itu sebabnya diperlukan perbedaan ruang lingkup dalam teori antara pengajaran dengan mengajar dan mendidik.

1. Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan
Jelaslah bahwa telaah lengkap atas tindakan manusia dalam fenomena pendidikan melampaui kawasan ilmiah dan memerlukan analisis yang mandiri atas data pedagogic (pendidikan anak) dan data andragogi (Pendidikan orang dewasa). Adapun data itu mencakup fakta dan nilai serta jalinan antara keduanya.
Data faktual tidak berasal dari ilmu lain tetapi dari objek yang dihadapi (fenomena) yang ditelaah Ilmuwan itu (pedagogi dan andragogi) secara empiris. Begitu pula data nilai (yang normative) tidak berasal dari filsafat tertentu melainkan dari pengalaman atas manusia secara hakiki. Itu sebabnya pedagogi dan andragogi memerlukan jalinan antara telaah ilmiah dan telaah filsafah. Tetapi tidak berarti bahwa filsafat menjadi ilmu dasar karena ilmu pendidikan tidak menganut aliran atau suatu filsafat tertentu.



2. Telaah ilmiah dan kontribusi ilmu bantu
Bidang masalah yang ditelaah oleh teori pendidikan sebagai ilmu ialah sekitar manusia dan sesamanya yang memiliki kesamaan dan keragaman di dalam fenomena pendidikan. Yang menjadi inti ilmu pendidikan teoritis ialah Pedagogik sebagai ilmu mendidik yaitu mengenai tealaah atau studi pendidikan anak oleh orang dewasa.
Pedagogik teoritis selalu bersifat sistematis karena harus lengkap problematik dan pembahasannya. Tetapi pendidikan (pedagogi) diperlukan juga oleh semua orang termasuk orang dewasa dan lanjut usia.

D. Filsafat Ilmu Pendidikan
Filsafat keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.

1. Dasar ontologis ilmu pendidikan
Agar pendidikan dalam praktik terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Di dalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapi, pada latar mikro sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro.
Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadian sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribadi pula, terlepas dari faktor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif utuh demikian maka menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secara kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil THB summatif, NEM atau pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.

2. Dasar epistemologis ilmu pendidikan
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidik atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula, telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis.
Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).


3. Dasar aksiologis ilmu pendidikan
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu, nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktik melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan.
Dengan demikian, ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa ilmu pendidikan belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu prilaku.

4. Dasar antropologis ilmu pendidikan
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalam upayanya belajar mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia di sekitarnya. Atas dasar pandangan filsafat yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas, melainkan juga (3) moralitas.

E. Perangkat Asumsi Filosofis Pendidikan Guru
Program Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi (PGBK) dikembangkan bertolak dari perangkat kompetensi yang diperkirakan dipersyaratkan bagi pelaksanaan tugas-tugas keguruan dan kependidikan yang telah ditetapkan dan bermuara pada pendemonstrasian perangkat kompetensi tersebut oleh siswa calon guru setelah mengikuti sejumlah pengalaman belajar.
Perangkat kompetensi yang dimaksud, termasuk proses pencapaiannya, dilandasi oleh asumsi-asumsi filosofis, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang dianggap benar, baik atas dasar bukti-bukti empirik, dugaan-dugaan maupun nilai-nilai masyarakat berdasarkan Pancasila. Asumsi-asumsi tersebut merupakan batu ujian di dalam menilai perancangan dan implementasi program dari penyimpangan-penyimpangan pragmatis ataupun dari serangan-serangan konseptual.
Asumsi-asumsi yang dimaksud mencakup 7 bidang yaitu yang berkenaan dengan hakekat-hakekat manusia, masyarakat, pendidikan, subjek didik, guru, belajar-mengajar dan kelembagaan. Tentu saja hasil kerja tersebut perlu dimantapkan dan diverifikasi lebih jauh melalui forum-forum yang sesuai seperti Komisi Kurikulum, Konsorsium Ilmu Kependidikan.

1. Hakikat Manusia
a. Manusia sebagai makhluk Tuhan mempunyai kebutuhan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Manusia membutuhkan lingkungan hidup berkelompok untuk mengembangkan dirinya.
c. Manusia mempunyai potensi-potensi yang dapat dikembangkan dan kebutuhan-kebutuhan materi serta spiritual yangharus dipenuhi.
d. Manusia itu pada dasarnya dapat dan harus dididik serta dapat mendidik diri sendiri.
2. Hakikat Masyarakat
a. Kehidupan masyarakat berlandaskan sistem nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya yang dianut warga masyarakat. sebagian dari nilai-nilai tersebut bersifat lestari dan sebagian lagi terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
b. Masyarakat merupakan sumber nilai-nilai yang memberikan arah normatif kepada pendidikan.
c. Kehidupan bermasyarakat ditingkatkan kualitasnya oleh insan-insan yang berhasil mengembangkan dirinya melalui pendidikan.

3. Hakikat Pendidikan
a. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik.
b. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang mengalami perubahan yang semakin pesat.
c. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupoan pribadi dan masyarakat.
d. Pendidikan berlangsung seumur hidup.
e. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.

4. Hakikat Subjek Didik
a. Subjek didik betanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup.
b. Subjek didik memiliki potensi, baik fisik maupun psikologis yang berbeda-beda sehingga masing-masing subjek didik merupakan insan yang unik.
c. Subjek didik merupakan pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi.
d. Subjek didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungan hidupnya.

5. Hakikat Guru dan Tenaga Kependidikan
a. Guru dan tenaga kependidikan merupakan agen pembaharuan.
b. Guru dan tenaga kependidikan berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat.
c. Guru dan tenaga kependidikan sebagai fasilitator memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi subjek didik untuk belajar.
d. Guru dan tenga kependidikan bertanggungjawab atas tercapainya hasil belajar subjek didik.
e. Guru dan tenaga kependidikan dituntut untuk menjadi conoh dalam pengelolaan proses belajar-mengajar bagi calon guru yang menjadi subjek didiknya.
f. Guru dan tenaga kependidikan bertanggungjawab secara professional untuk terus-menerus meningkatkatkan kemampuannya.
g. Guru dan tenaga kependidikan menjunjung tinggi kode etik profesional.

6. Hakikat Belajar Mengajar
a. Peristiwa belajar mengajar terjadi apabila subjek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
b. Proses belajar mengajar yang efektif memerlukan strategi dan media/teknologi pendidikan yang tepat.
c. Program belajar mengajar dirancang dan diimplikasikan sebagai suatu sistem.
d. Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang di dalam pelaksanaan kegiata belajar-mengajar.
e. Pembentukan kompetensi profesional memerlukan pengintegrasian fungsional antara teori dan praktik serta materi dan metodologi penyampaian.
f. Pembentukan kompetensi professional memerlukan pengalaman lapangan yang bertahap, mulai dari pengenalan medan, latihan keterampilan terbatas sampai dengan pelaksanaan penghayatan tugas-tugas kependidikan secara lengkap aktual.
g. Kriteria keberhasilan yang utama dalam pendidikan profesional adalah pendemonstrasian penguasaan kompetensi.
h. Materi pengajaran dan sistem penyampaiannya selalu berkembang.

7. Hakikat Kelembagaan
a. Harus ada lembaga pendidikan profesional yang melaksanakan pendidikan tenaga kependidikan dan pengembangan ilmu teknologi kependidikan bagi peningkatan kualitas kehidupan.
b. Lembaga pendidikan harus menyelenggarakan program-program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat baik kualitatif maupun kuantitatif.
c. Lembaga pendidikan dikelola dalam suatu sistem pembinaan yang terpadu dalam rangka pengadaan tenaga kependidikan.
d. Lembaga pendidikan memiliki mekanisme balikan yang efektif untuk meningkatkan kualitas layanannya kepada masyarakat secara terus-menerus.

F. Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan
1. Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.
Di samping penguasaan terhadap tugasnya, seorang guru juga harus menguasai setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru di dalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu, semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan yang dengan sendirinya melihatnya dalam perspektif yang lebih luas dari pada sekadar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus.
Apabila demikianlah keadaannya maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal hanya akan mampu menunaikan fungsinya serta tidak kehilangan hak hidupnya di dalam masyarakat kalau ia dapat menjadikan dirinya sebagai pusat pembudayaan, yaitu sebagai tempat bagi manusia untuk meningkatkan martabatnya. Dengan perkataan lain, sekolah harus menjadi pusat pendidikan. Menghasilkan tenaga kerja, melaksanakan sosialisasi, membentuk penguasaan ilmu dan teknologi, mengasah otak dan mengerjakan tugas-tugas persekolahan, tetapi yang paling hakiki adalah pembentukan kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan martabat kemanusiaan.

2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa kita belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salahsatu prasyaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.
Hal itu dikemukakan tanpa didasari anggapan bahwa belum ada di antara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabatan-jabatan lain di masyarakat.
Tentu saja semua saran tersebut memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara parsial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai dalam merancang serta mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan dalam konteks pendidikan. Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat.
Rambu-rambu yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaahan interpretif, normatif dan kritis itu dirumuskan ke dalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud merupakan batu ujian di dalam menilai perancang dan implementasi program, maupun di dalam mempertahankan program dari penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual.


G.Penutup
Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang dan menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan.
Dengan demikian, landasan filsafat pendidikan harus tercermin dalam semua keputusan serta perbuatan pelaksanaan tugas- tugas keguruan, baik instruksional maupun non-instruksional, atau dengan pendekatan lain, semua keputusan serta perbuatan guru yang dimaksud harus bersifat pendidikan.
Akhirnya, sebagai pekerja professional guru dfan tenaga kependidikan harus memperoleh persiapan prajabatan guru dan tenaga kependidikan harus dilandasi oleh seperangkat asumsi filosofis yang pada hakikatnya merupakan penjabaran dari konsep yang lebih tepat daripada landasan ilmiah pendidikan dan ilmu pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA
Bogdan & Biklen (1982) Qualitative Research For Education. Boston MA: Allyn Bacon
Campbell & Stanley (1963) Experimental & Quasi-Experimental Design for Research. Chicago :
Rand McNelly
Deese, J (1978) The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York : Colombia University-Teachers College Press
Gordon, Thomas (1974) Teacher Effectiveness Training. NY: Peter h. Wydenpub
Henderson, SVP (1954) Introduction to Philosophy of Education.Chicago : Univ. of Chicago Press
Hidayat Syarief (1997) Tantangan PGRI dalam Pendidikan Nasional. Makalah pada Semiloka Nasional Unicef-PGRI. Jakarta: Maret,1997
Highet, G (l954), Seni Mendidik (terjemahan Jilid I dan II), PT.Pembangunan
Kemeny,JG, (l959), A Philosopher Looks at Science, New Hersey, NJ: Yale Univ.Press
Ki Hajar Dewantara, (l950), Dasar-dasar Perguruan Taman Siswa, DIY:Majelis Luhur
Ki Suratman, (l982), Sistem Among Sebagai Sarana Pendidikam Moral Pancasila, Jakarta:Depdikbud
Kuhn, Ts, (l969), The Structure of Scientific Revolution, Chicago:Chicago Univ.
Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis (terjemahan), Bandung, Jemmars
Liem Tjong Tiat, (l968), Fisafat Pendidikan dan Pedagogik, Bandung, Jurusan FSP FIP IKIP Bandung
RakaJoniT.(l977),PermbaharauanProfesionalTenagaKependidikan:Permasalahan dan Kemungkinan Pendekatan, Jakarta, Depdikbud

KURANGNYA MINAT PELAJAR UNTUK MENGUNJUNGI PERPUSTAKAAN

Selamat siang hadirin. Hari ini kita akan membahas topik tentang Kurangnya Minat Pelajar Untuk Mengunjungi Perpustakaan. Pertama-tama, kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan kepada kami untuk berkumpul di ruang D2 _ _ _. Kami juga berterima kasih kepada Bapak Agus B.H. yang telah menjelaskan dan memberikan arahan kepada kami sebelum membuat makalah tentang topik yang akan kita bahas hari ini.

PENDAHULUAN
Dapat kita lihat bahwa sekarang ini perpustakaan sangat jarang dikunjungi oleh murid-murid. Keadaan tersebut, mungkin dapat disebabkan oleh berbagai alasan. Oleh karena itu, kita akan membahas tentang permasalahan yang terjadi dan penyelesaiannya sehingga akan membuat murid-murid berminat dalam mengunjungi perpusatakaan sekolah.

PERMASALAHAN
Pada permasalahan pertama, dapat kita lihat bahwa hanya sebagian kecil murid-murid yang rutin mengunjungi perpustakaan. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai alasan. Mungkin satu dari alasan tersebut adalah bosan akan buku-buku di perpustakaan yang tidak menarik perhatian. Buku-buku di perpustakaan, kebanyakan merupakan buku-buku yang sudah lama dan tidak berwarna. Sedangkan, murid-murid lebih senang melihat buku-buku yang baru dan berwarna.
Pada permasalahan kedua, dikatakan bahwa murid-murid hanya mengunjungi perpustakaan pada saat-saat tertentu. Contohnya: pada saat menjelang ujian, hampir semua murid-murid sibuk mengunjungi perpustakaan untuk mencari kumpulan-kumpulan soal tahun lalu. Murid-murid juga akan sibuk mengunjungi perpustakaan pada saat diberikan tugas yang membutuhkan sumber-sumber buku lain oleh guru bidang studi tertentu.

PEMBAHASAN
Setelah mengetahui permasalahan yang terjadi di lingkungan perpustakaan, inilah beberapa penyelesaian yang dapat kami berikan.
Pertama, yaitu dengan menambah buku yang menarik minat pelajar, seperti bukan hanya tentang buku pelajaran sekolah melainkan karya sastra lain seperti novel dan cerpen-cerpen yang biasanya disenangi murid-murid. Mungkin jika murid-murid hanya mengunjungi perpustakaan hanya untuk membaca novel dan cerpen, akan ada sisi negatifnya, seperti tidak membaca buku yang berkaitan dengan pelajaran sekolah. Tetapi, itu adalah satu dari cara-cara yang dapat dilakukan untuk menarik minat murid-murid mengunjungi perpustakaan. Setelah adanya niat mengunjungi perpustakaan dan menyukai kegiatan membaca, secara tidak langsung juga akan menimbulkan sisi positif yaitu tertanamnya minat membaca dan kemampuan membaca cepat yang tinggi.
Penyelesaian kedua yaitu dengan menambah buku-buku yang belum lengkap dan berbobot. Tidak adanya buku yang lengkap dan berbobot, membuat murid-murid menjadi malas mengunjungi perpustakaan. Oleh karena itu, diharapkan perpustakaan dapat menyediakan buku-buku yang lengkap dan berbobot.
Pada penyelesaian ketiga, perpustakaan diharapkan dapat menyediakan buku-buku yang up-to-date (yang terbaru). Dengan perkembangan teknologi sekarang ini, jika tidak ada buku-buku yang terbaru, maka perpustakaan juga tidak akan membantu murid-murid untuk menambah pengetahuan karena murid-murid hanya mengetahui pengetahuan yang telah lewat dan tidak mengetahui pengetahuan yang berlangsung sekarang ini. Buku yang terbaru ini juga dapat diartikan agar perpustakaan menyediakan buku di luar buku cetak yang dipakai oleh murid-murid pada saat proses belajar mengajar. Mungkin pada saat setengah tahun dari tahun ajaran tersebut, muncul pengetahuan baru atau buku baru yang belum pernah diketahui murid, maka dengan menyediakan buku baru tersebut dan memberikan pengumuman atas buku baru tersebut, sehingga murid tertarik untuk mengunjungi perpustakaan.
Selanjutnya, pada pembahasan keempat, diharapkan perpustakaan menyediakan buku-buku dan kamus-kamus yang berbahasa asing. Dengan menyediakan buku dan kamu berbahasa asing, murid-murid yang ingin mengetahui bahasa asing akan menjadi lebih mudah untuk mempelajarinya. Hanya dengan mengunjungi perpustakaan, mereka dapat memperoleh buku berbahasa asing sehingga minat mereka untuk mengunjungi perpustakaan semakin tinggi.
Dan yang terakhir, disarankan agar murid-murid disuruh untuk mengunjungi perpustakaan pada hari dan waktu yang telah ditetapkan sehingga bagi murid yang jarang mengunjungi perpustakaan dan yang tidak mengetahui bagaimana enaknya membaca, menjadi berminat untuk membaca di perpustakaan.

PROSES MORFOLOGIS

Yang disebut dengan proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Sebelum kita membicarakan hal itu, baiklah kita tentukan dulu apa kata itu. Kata ialah bentuk minimal yang bebas. “Bebas” disini berarti bahwa bentuk itu dapat diucapkan tersendiri, bentuk bebas itu bisa dikatakan, bisa didahului dan diikuti oleh jeda yang potensial. Di samping itu bentuk itu akan mendapat pola intonasi dasar/ [2] 3 1/. Bentuk-bentuk seperti /apa/, /mana/, /sukar/, dll. Akan mendapat kontur intonasi /31/, yang seperti /kәras/, /bәras/, /dәras/, /kәra/, /dәra/, dan lain sebagainya, akan mendapat kontur intonasi /231/; yang seperti /pas/, /ban/, ton/, dan lain sebagainya. Akan mendapat kontur intonasi /31/; sedangkan bentuk-bentuk seperti / bәlana/, /mәnara/, /kәmәňan/, /dan lain sebagainya, akan mendapat kontur/[2] 231/.
Jadi proses morfologis ialah proses penggabungan morfem-morfem menjadi kata. Keterangan ini perlu diberikan, supaya ada ketegasan sampai di mana kita boleh menggolong-golongkan. Dengan begitu bentuk terkecil ialah morfem, sedangkan yang terbesar ialah kata.
1. Afiksasi
Proses morfologis yang biasa terdapat ialah afiksasi, yaitu penggabungan akar atau pokok dengan ag\fik (-afik). Afik ada tiga macam, yaitu, awalan, sisipan, dan akhiran. Awalan dibubuhkan di depan dasar, umpamanya awalan-awalan dalam bahasa Indonesia /pәr/, /tәr/, /mәN/, dan lain sebagainya. Yang diletakkan pada bentuk /panjaŋ/, masing-masing menjadi /pәrpanjaŋ/, /tәrpanjaŋ/, dan /mәmanjaŋ/.
Sisipkan terselit di dalam sebuah bentuk, dan mempunyai pula penyisipan tertentu. Ambillah bentuk-bentuk sebagai berikut dari bahasa Jawa :

/t u k u/ ‘membeli /t i n u k u/ ‘telah dibeli’
/k ә p o ŋ/ ‘mengepung’ /k i n ә p o ŋ/ ‘dikepung’
/t u l I s/ ‘menulis’ /t i n u l i s/ ‘ditulis

Seperti dapat dilihat diatas itu, sisipkan terselip antara konsonan pertama dan vocal yang mengikutinya.
Akhiran dibubuhkan pada akhir suatu dasar. Di dalam bahasa Indonesia tercatat akhiran-akhiran /kan/, /an/, /i/, /wan/, /wati/, dan akhiran-akhiran asing yang biasanya terdapat pada kata dasar asing itu saja, jadi tidaklah produktif. Setelah posesif, tidak dapat lagi dibubuhi afik, sedangkan setelah jamak, masih bisa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan, bahwa afik-afik di dalam bahasa Inggris –al, -ize, -er (-action). Dan –s, merupakan afik terbuka. Sedangkan afik posesif –s, merupakan afik tertutup.

2. Reduplikasi
Pengulangan (reduplikasi) merupakan pula suatu proses morfologis yang banyak sekali terdapat pada bahasa-bahasa di dunia ini. Ada beberapa macam reduplikasi. Reduplikasi penuh mudah di lihat pada bahasa Indonesia yang mempunyai bentuk-bentuk
/ buku / → / bukubuku /
/ rumah / → / rumahrumah /
/ ana? / → / ana?ana? /
Terdapat pula reduplikasi dengan modifikasi. Pengulangan dasar, di dalam reduplikasi semacam ini, disertai perubahan dari pada satu fonem atau lebih dari pada dasar itu. Ambillah bentuk-bentuk dari bahasa Jawa berikut ini :
/ bali / ‘ Kembali ‘ → / bola bali / ‘ kembali beberapa kali ‘
/ ma an / ‘ makan ‘ → / mo anm / ‘ makan berulang ‘
/ watu / ‘ batu ‘ → / watuwatu / ‘ batu berulang-ulang ‘
/ rook ? / ‘ rokok ‘ → / roka ? rook ? / ‘ rokok-rokok ‘
Perhatikanlah keselarasan vocal pertama dari pada pengulangan itu, yaitu / o / - / a /.
Reduplikasi sebagian terdapat pula dan bias mengambil berbagai bentuk Ambilah bentuk-bentuk dari bahasa Agta berikut ini :
/ adanuk / ‘ panjang ‘ / adadanuk / ‘ sangat panjang ‘
/ addu / ‘ banyak ‘ / adaddu / ‘ sangat banyak ‘
/ apisi / ‘ kecil ‘ / apapisi / ‘ sangat kecil ‘
/ abikan / ‘ dekat ‘ / ababikan / ‘ sangat dekat ‘
/ dakal / ‘ besar ‘ / dadakal / ‘ sangat besar ‘

Jelaslah dari penyajian di atas itu, bahwa yang diulang ialah suku pertama dari pada bentuk-bentuk itu. Bentuk-bentuk dari bahasa Danakel berikut ini menunjukkan reduplikasi yang sebagian pula dan prosesnya tercampur dengan metatesis : perubahan letak huruf, atau urutan bunyi, urutan suku kata dalam kata yang menyimpang dari urutan biasa.
Tunggal Jamak Arti
/ gira / / girari / ‘ api ‘
/ dale / / dalela / ‘ sakit ‘
/ mago / / magoga / ‘ hutang ‘
/ amo / / amoma / ‘ kepala ‘

Yang diulang ialah konsonan (kedua) dan vocal pertama secara terbalik. Penyusunan vocal-vokal semacam ini telah kami beritahukan di atas namanya, yaitu pada data bahasa Jawa, yang disebut keselarasan vocal atau bahasa Inggrisnya “vowel harmony’. Sebenarnya proses di atas itu bisa juga ditafsirkan secara lain. Apabila kita ketahui bahwa bentuk jamak itu mengulangi bentuk tunggal, di samping penambahan suku terakhir yang terdiri atas konsonan dan vocal (yang kami beri bergaris) secara terbalik, maka proses morfologis di atas itu bisa ditafsirkan, bahwa perulangan itu ialah perulangan suku kedua dari pada dasar dengan perubahan vocal akhir, yang sama dengan vocal pertama.

Mengenai Saya

Foto saya
Seorang suami dari seorang istri dan seorang ayah dari dua anak. Sabar, santai,dan cerdas. Tinggal di Medan sejak 1987. Kegiatan sehari-hari sebagai pendidik dan 'ingin menjadi' peneliti, tetapi belum kesampaian. Olahraga sangat suka, apa saja.