Yang disebut dengan proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Sebelum kita membicarakan hal itu, baiklah kita tentukan dulu apa kata itu. Kata ialah bentuk minimal yang bebas. “Bebas” disini berarti bahwa bentuk itu dapat diucapkan tersendiri, bentuk bebas itu bisa dikatakan, bisa didahului dan diikuti oleh jeda yang potensial. Di samping itu bentuk itu akan mendapat pola intonasi dasar/ [2] 3 1/. Bentuk-bentuk seperti /apa/, /mana/, /sukar/, dll. Akan mendapat kontur intonasi /31/, yang seperti /kәras/, /bәras/, /dәras/, /kәra/, /dәra/, dan lain sebagainya, akan mendapat kontur intonasi /231/; yang seperti /pas/, /ban/, ton/, dan lain sebagainya. Akan mendapat kontur intonasi /31/; sedangkan bentuk-bentuk seperti / bәlana/, /mәnara/, /kәmәňan/, /dan lain sebagainya, akan mendapat kontur/[2] 231/.
Jadi proses morfologis ialah proses penggabungan morfem-morfem menjadi kata. Keterangan ini perlu diberikan, supaya ada ketegasan sampai di mana kita boleh menggolong-golongkan. Dengan begitu bentuk terkecil ialah morfem, sedangkan yang terbesar ialah kata.
1. Afiksasi
Proses morfologis yang biasa terdapat ialah afiksasi, yaitu penggabungan akar atau pokok dengan ag\fik (-afik). Afik ada tiga macam, yaitu, awalan, sisipan, dan akhiran. Awalan dibubuhkan di depan dasar, umpamanya awalan-awalan dalam bahasa Indonesia /pәr/, /tәr/, /mәN/, dan lain sebagainya. Yang diletakkan pada bentuk /panjaŋ/, masing-masing menjadi /pәrpanjaŋ/, /tәrpanjaŋ/, dan /mәmanjaŋ/.
Sisipkan terselit di dalam sebuah bentuk, dan mempunyai pula penyisipan tertentu. Ambillah bentuk-bentuk sebagai berikut dari bahasa Jawa :
/t u k u/ ‘membeli /t i n u k u/ ‘telah dibeli’
/k ә p o ŋ/ ‘mengepung’ /k i n ә p o ŋ/ ‘dikepung’
/t u l I s/ ‘menulis’ /t i n u l i s/ ‘ditulis
Seperti dapat dilihat diatas itu, sisipkan terselip antara konsonan pertama dan vocal yang mengikutinya.
Akhiran dibubuhkan pada akhir suatu dasar. Di dalam bahasa Indonesia tercatat akhiran-akhiran /kan/, /an/, /i/, /wan/, /wati/, dan akhiran-akhiran asing yang biasanya terdapat pada kata dasar asing itu saja, jadi tidaklah produktif. Setelah posesif, tidak dapat lagi dibubuhi afik, sedangkan setelah jamak, masih bisa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan, bahwa afik-afik di dalam bahasa Inggris –al, -ize, -er (-action). Dan –s, merupakan afik terbuka. Sedangkan afik posesif –s, merupakan afik tertutup.
2. Reduplikasi
Pengulangan (reduplikasi) merupakan pula suatu proses morfologis yang banyak sekali terdapat pada bahasa-bahasa di dunia ini. Ada beberapa macam reduplikasi. Reduplikasi penuh mudah di lihat pada bahasa Indonesia yang mempunyai bentuk-bentuk
/ buku / → / bukubuku /
/ rumah / → / rumahrumah /
/ ana? / → / ana?ana? /
Terdapat pula reduplikasi dengan modifikasi. Pengulangan dasar, di dalam reduplikasi semacam ini, disertai perubahan dari pada satu fonem atau lebih dari pada dasar itu. Ambillah bentuk-bentuk dari bahasa Jawa berikut ini :
/ bali / ‘ Kembali ‘ → / bola bali / ‘ kembali beberapa kali ‘
/ ma an / ‘ makan ‘ → / mo anm / ‘ makan berulang ‘
/ watu / ‘ batu ‘ → / watuwatu / ‘ batu berulang-ulang ‘
/ rook ? / ‘ rokok ‘ → / roka ? rook ? / ‘ rokok-rokok ‘
Perhatikanlah keselarasan vocal pertama dari pada pengulangan itu, yaitu / o / - / a /.
Reduplikasi sebagian terdapat pula dan bias mengambil berbagai bentuk Ambilah bentuk-bentuk dari bahasa Agta berikut ini :
/ adanuk / ‘ panjang ‘ / adadanuk / ‘ sangat panjang ‘
/ addu / ‘ banyak ‘ / adaddu / ‘ sangat banyak ‘
/ apisi / ‘ kecil ‘ / apapisi / ‘ sangat kecil ‘
/ abikan / ‘ dekat ‘ / ababikan / ‘ sangat dekat ‘
/ dakal / ‘ besar ‘ / dadakal / ‘ sangat besar ‘
Jelaslah dari penyajian di atas itu, bahwa yang diulang ialah suku pertama dari pada bentuk-bentuk itu. Bentuk-bentuk dari bahasa Danakel berikut ini menunjukkan reduplikasi yang sebagian pula dan prosesnya tercampur dengan metatesis : perubahan letak huruf, atau urutan bunyi, urutan suku kata dalam kata yang menyimpang dari urutan biasa.
Tunggal Jamak Arti
/ gira / / girari / ‘ api ‘
/ dale / / dalela / ‘ sakit ‘
/ mago / / magoga / ‘ hutang ‘
/ amo / / amoma / ‘ kepala ‘
Yang diulang ialah konsonan (kedua) dan vocal pertama secara terbalik. Penyusunan vocal-vokal semacam ini telah kami beritahukan di atas namanya, yaitu pada data bahasa Jawa, yang disebut keselarasan vocal atau bahasa Inggrisnya “vowel harmony’. Sebenarnya proses di atas itu bisa juga ditafsirkan secara lain. Apabila kita ketahui bahwa bentuk jamak itu mengulangi bentuk tunggal, di samping penambahan suku terakhir yang terdiri atas konsonan dan vocal (yang kami beri bergaris) secara terbalik, maka proses morfologis di atas itu bisa ditafsirkan, bahwa perulangan itu ialah perulangan suku kedua dari pada dasar dengan perubahan vocal akhir, yang sama dengan vocal pertama.
Jadi proses morfologis ialah proses penggabungan morfem-morfem menjadi kata. Keterangan ini perlu diberikan, supaya ada ketegasan sampai di mana kita boleh menggolong-golongkan. Dengan begitu bentuk terkecil ialah morfem, sedangkan yang terbesar ialah kata.
1. Afiksasi
Proses morfologis yang biasa terdapat ialah afiksasi, yaitu penggabungan akar atau pokok dengan ag\fik (-afik). Afik ada tiga macam, yaitu, awalan, sisipan, dan akhiran. Awalan dibubuhkan di depan dasar, umpamanya awalan-awalan dalam bahasa Indonesia /pәr/, /tәr/, /mәN/, dan lain sebagainya. Yang diletakkan pada bentuk /panjaŋ/, masing-masing menjadi /pәrpanjaŋ/, /tәrpanjaŋ/, dan /mәmanjaŋ/.
Sisipkan terselit di dalam sebuah bentuk, dan mempunyai pula penyisipan tertentu. Ambillah bentuk-bentuk sebagai berikut dari bahasa Jawa :
/t u k u/ ‘membeli /t i n u k u/ ‘telah dibeli’
/k ә p o ŋ/ ‘mengepung’ /k i n ә p o ŋ/ ‘dikepung’
/t u l I s/ ‘menulis’ /t i n u l i s/ ‘ditulis
Seperti dapat dilihat diatas itu, sisipkan terselip antara konsonan pertama dan vocal yang mengikutinya.
Akhiran dibubuhkan pada akhir suatu dasar. Di dalam bahasa Indonesia tercatat akhiran-akhiran /kan/, /an/, /i/, /wan/, /wati/, dan akhiran-akhiran asing yang biasanya terdapat pada kata dasar asing itu saja, jadi tidaklah produktif. Setelah posesif, tidak dapat lagi dibubuhi afik, sedangkan setelah jamak, masih bisa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan, bahwa afik-afik di dalam bahasa Inggris –al, -ize, -er (-action). Dan –s, merupakan afik terbuka. Sedangkan afik posesif –s, merupakan afik tertutup.
2. Reduplikasi
Pengulangan (reduplikasi) merupakan pula suatu proses morfologis yang banyak sekali terdapat pada bahasa-bahasa di dunia ini. Ada beberapa macam reduplikasi. Reduplikasi penuh mudah di lihat pada bahasa Indonesia yang mempunyai bentuk-bentuk
/ buku / → / bukubuku /
/ rumah / → / rumahrumah /
/ ana? / → / ana?ana? /
Terdapat pula reduplikasi dengan modifikasi. Pengulangan dasar, di dalam reduplikasi semacam ini, disertai perubahan dari pada satu fonem atau lebih dari pada dasar itu. Ambillah bentuk-bentuk dari bahasa Jawa berikut ini :
/ bali / ‘ Kembali ‘ → / bola bali / ‘ kembali beberapa kali ‘
/ ma an / ‘ makan ‘ → / mo anm / ‘ makan berulang ‘
/ watu / ‘ batu ‘ → / watuwatu / ‘ batu berulang-ulang ‘
/ rook ? / ‘ rokok ‘ → / roka ? rook ? / ‘ rokok-rokok ‘
Perhatikanlah keselarasan vocal pertama dari pada pengulangan itu, yaitu / o / - / a /.
Reduplikasi sebagian terdapat pula dan bias mengambil berbagai bentuk Ambilah bentuk-bentuk dari bahasa Agta berikut ini :
/ adanuk / ‘ panjang ‘ / adadanuk / ‘ sangat panjang ‘
/ addu / ‘ banyak ‘ / adaddu / ‘ sangat banyak ‘
/ apisi / ‘ kecil ‘ / apapisi / ‘ sangat kecil ‘
/ abikan / ‘ dekat ‘ / ababikan / ‘ sangat dekat ‘
/ dakal / ‘ besar ‘ / dadakal / ‘ sangat besar ‘
Jelaslah dari penyajian di atas itu, bahwa yang diulang ialah suku pertama dari pada bentuk-bentuk itu. Bentuk-bentuk dari bahasa Danakel berikut ini menunjukkan reduplikasi yang sebagian pula dan prosesnya tercampur dengan metatesis : perubahan letak huruf, atau urutan bunyi, urutan suku kata dalam kata yang menyimpang dari urutan biasa.
Tunggal Jamak Arti
/ gira / / girari / ‘ api ‘
/ dale / / dalela / ‘ sakit ‘
/ mago / / magoga / ‘ hutang ‘
/ amo / / amoma / ‘ kepala ‘
Yang diulang ialah konsonan (kedua) dan vocal pertama secara terbalik. Penyusunan vocal-vokal semacam ini telah kami beritahukan di atas namanya, yaitu pada data bahasa Jawa, yang disebut keselarasan vocal atau bahasa Inggrisnya “vowel harmony’. Sebenarnya proses di atas itu bisa juga ditafsirkan secara lain. Apabila kita ketahui bahwa bentuk jamak itu mengulangi bentuk tunggal, di samping penambahan suku terakhir yang terdiri atas konsonan dan vocal (yang kami beri bergaris) secara terbalik, maka proses morfologis di atas itu bisa ditafsirkan, bahwa perulangan itu ialah perulangan suku kedua dari pada dasar dengan perubahan vocal akhir, yang sama dengan vocal pertama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar